Memperdengarkan musik, khususnya musik klasik pada bayi dalam kandungan sudah dikenal dapat membuat bayi cerdas dan meningkatkan IQ-nya. Bagaimana hal ini bermula?
Kepopuleran musik Mozart dan musik klasik lainnya kemudian terangkat setelah dipublikasikannya penelitian di tahun 1993 oleh dua orang neurobiolog dari UCLA, Francis Rauscher dan Gordon Shaw. Mereka melaporkan bahwa mendengarkan Sonata for Two Pianos in D major atau Sonata untuk Dua Piano dalam D mayor (sebuah karya Mozart dengan piano yang dibuat tahun 1781 atau ketika ia berusia 25 tahun), selama 10 menit dapat meningkatkan kemampuan siswa sekolah menengah dalam memecahkan masalah spasial temporal.
Hasil penelitian ini kemudian populer ke seluruh dunia berkat sebuah buku yang ditulis Don Campbell, The Mozart Effect atau Efek Mozart (EM). Campbell dianggap orang pertama yang menyebarluaskan pengaruh EM ke seluruh dunia hingga EM menjadi tren dan mode yang dipercaya sekaligus dikagumi. Hal itu dilakukan tidak sekadar sensasi ilmu pengetahuan, tetapi juga bisnis dan industri popularitas seperti layaknya budaya pop.
Pengaruh buku ini meluas hingga pada kebijakan politik. Pada tahun 1998, Negara Bagian Georgia, AS mengeluarkan peraturan yang memastikan setiap ibu dari bayi yang baru lahir akan menerima CD musik klasik gratis. Begitu juga di tahun yang sama, pemerintah Florida mengesahkan undang-undang yang mengharuskan pusat-pusat penitipan anak yang didanai negara untuk memainkan musik klasik sedikitnya satu jam dalam sehari.
Selama satu dekade EM telah berkembang menjadi mode (atau endemi) yang dipercaya mampu meningkatkan kecerdasan bayi dan anak oleh sebagian pendidik musik dan masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan di dalam buku tersebut disebutkan, "hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur musik Mozart sama dengan pola otak manusia", sehingga EM dipercaya sebagai stimulan yang ampuh untuk mencerdaskan janin dalam kandungan ketika ibu yang sedang hamil diperdengarkan musik Mozart.
Musik Klasik Tidak Mencerdaskan, Tidak Meningkatkan IQ
Baru-baru ini kita dikagetkan oleh sebuah fakta baru penelitian bahwa
ternyata musik klasik tidak memiliki pengaruh apapun terhadap kemampuan
kognitif seorang anak. Itu artinya, mendengarkan musik klasik tidak
mencerdaskan anak sebagaimana yang selama ini diberitakan. Selama lebih dari 15 tahun, kita terkecoh oleh publisitas yang banyak membesar-besarkan tentang musik klasik yang dapat memacu kecerdasan seorang anak.
Beberapa orang peneliti dari University of Vienna, Austria yakni
Jakob Pietschnig, Martin Voracek dan Anton K. Formann dalam riset mereka yang
diberi judul “Mozart Effect” mengemukakan kesalahan besar dari hasil penelitian
musik yang melegenda ini.
Pietschnig dan kawan-kawannya mengumpulkan semua pendapat dan
temuan para ahli terkait dampak musik Mozart terhadap tingkat intelegensi
seseorang kemudian mereka membuat riset terhadap 3000 partisipator. Hasilnya
ternyata sangat mengejutkan! Berdasarkan penelitian terhadap ribuan
partisipator itu, Pietschnig dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa tidak ada
stimulus atau sesuatu yang mendorong peningkatan kemampuan spasial seseorang
setelah mendengarkan musik Mozart.
Senada dengan Jacob Pietschnig dan kawan-kawannya, sebuah tim
peneliti Jerman yang terdiri atas ilmuwan, psikolog, filsuf, pendidik, dan ahli
musik mengumpulkan berbagai literatur dan fakta mengenai efek mozart ini.
Mereka mengemukakan bahwa sangat tidak mungkin mozart dapat membuat seorang
anak menjadi jenius.
Penelitian terbaru ini membantah habis-habisan hasil riset psikolog
Frances Rauscher dan rekan-rekannya di University of California pada tahun 1993
yang mengemukakan bahwa musik Mozart ternyata dapat meningkatkan kemampuan
mengerjakan soal-soal mengenai spasial.
"Silahkan anda mendengarkan musik Mozart, tapi jangan berharap itu akan
mendorong kemampuan kognitif anda," kata Pietschnig. Menurut dia, Mozart
Effect adalah sebuah legenda. Seorang psikolog dari Emory University,
Scott E. Lilienfeld juga sependapat dengan temuan Pietschnig. Dalam
bukunya yang berjudul "50 Mitos Paling Popular", Lilienfeld menempatkan
"Mozart Effect" pada peringkat keenam.
Al-Quran Mencerdaskan Bayi Sejak dalam KandunganBerbeda dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah mukjizat yang telah Allah jamin kemurniannya hingga hari kiamat kelak. Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah Al-Qur’an dapat merangsang perkembangan otak anak dan meningkatkan intelegensinya.
Setiap suara atau sumber bunyi memiliki frekuensi dan panjang
gelombang tertentu. Nah, ternyata, bacaan Al-Qur’an yang dibaca dengan tartil
yang bagus dan sesuai dengan tajwid memiliki frekuensi dan panjang gelombang
yang mampu mempengaruhi otak secara positif dan mengembalikan keseimbangan
dalam tubuh.
Bacaan Al-Qur’an memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh,
seperti; memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan
kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi, menyembuhkan berbagai
penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan ketegangan saraf otak,
meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian,
meningkatkan kemampuan berbahasa, dsb.
Pada asalnya, milyaran sel saraf dalam otak manusia bergetar
secara konstan. Sel ini berisi program yang rumit dimana milyar sel-sel di
sekitar berinteraksi dalam sebuah koordinasi yang luar biasa yang menunjukkan
kebesaran Allah.
Sebelum bayi lahir, sel-sel otaknya mulai bergetar berirama
secara seimbang. Tapi setelah kelahirannya, tindakan masing-masing akan
mempengaruhi sel-sel otak dan cara mereka bergetar. Jadi jika beberapa sel otak
tidak siap untuk mentoleransi frekuensi tinggi, ini dapat menyebabkan gangguan
dalam sistem getar otak yang pada gilirannya menyebabkan banyak penyakit fisik
dan psikologis.
Seorang peneliti bernama Enrick William Duve menemukan bahwa
otak bereaksi terhadap gelombang suara tertentu. Dan gelombang tersebut dapat
berpengaruh secara positif dan negatif. Ketika beredar informasi bahwa musik
klasik berpengaruh terhadap perkembangan otak manusia, banyak kalangan
menggunakan musik klasik sebagai obat terapi.
Tapi, Al-Qur’an tetaplah obat yang terbaik. Terapi dengan
Al-Qur’an terbukti mampu meningkatkan kecerdasan seorang anak, menyembuhkan
berbagai penyakit, dsb. Ini dikarenakan frekuensi gelombang bacaan Al-Qur’an
memiliki kemampuan untuk memprogram ulang sel-sel otak, meningkatkan kemampuan,
serta menyeimbangkannya.
Satu lagi, Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, yakni bahasa
yang memiliki nilai sastra yang tinggi, dan bahasa nomor satu yang paling sulit
untuk dipelajari. Kita tahu, bahwa tidak ada satupun dari kita yang mampu
menandingi keindahan bahasa Al-Qur’an. Namun, tahukah Anda, bahwa ternyata jika
kita mampu berbahasa Arab dapat memudahkan kita untuk menguasai bahasa asing
lainnya?
Anak-anak yang terbiasa membaca Al-Qur’an disertai dengan memahami maknanya, ternyata memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik daripada anak-anak lain. Bahkan meski bahasa tersebut masih asing, ia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk kemudian menguasainya, insya Allah.
Janin usia 7 bulan sudah dapat merespon suara-suara di sekitar ibunya.
Nah, untuk itulah, penting bagi ibu hamil untuk banyak-banyak memperdengarkan Al-Qur’an kepada janinnya. Kita tidak mengharapkan mereka mengerti dan memahami apa yang kita baca. Namun, membiasakannya mendengarkan Al-Qur’an sejak dalam kandungan, membantunya untuk tumbuh dengan intelegensi tinggi, kemampuan berbahasa yang baik, dan kepribadian yang baik pula. Sumber:
http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=16997
http://www.tempo.co/read/news/2010/05/11/061247066/Musik-Mozart-Tidak-Membuat-Pintar
0 comments:
Post a Comment